Setuju atau tidak...
Keputusan gugatan diberita ini bagus juga supaya tidak timpang tindih kinerjanya..
==============link
Keputusan gugatan diberita ini bagus juga supaya tidak timpang tindih kinerjanya..
==============link
Kewenangan Polisi Terbitkan SIM, STNK, dan BPKB Digugat ke MK
on 06 Agu 2015 at 16:44 WIB
Liputan6.com, Jakarta -
Pemohon yang terdiri dari perseorangan dan lembaga swadaya masyarakat
(LSM) mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Angkutan Jalan ke
Mahkamah Konstitusi. Pasal yang diujikan yaitu Pasal 64 ayat 4 dan 6,
Pasal 67 ayat 3, Pasal 68 ayat 6, Pasal 69 ayat 2 dan 3, Pasal 72 ayat 1
dan 3, Pasal 75, Pasal 85 ayat 5, Pasal 87 ayat 2, dan Pasal 88.
Dalam permohonan ini mereka mempermasalahkan kewenangan kepolisian dalam menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) yang tertuang dalam pasal-pasal tersebut.
Para pemohon menganggap kebijakan Polri mengeluarkan SIM dan STNK bertentangan dengan Pasal 30 ayat 4 UUD 1945. Pasal tersebut menyatakan polisi sebagai alat keamanan negara yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat.
"Di negara-negara lain, kewenangan dalam pengurusan SIM diberikan kepada kementerian atau departemen melalui divisi transportasinya," ujar kuasa hukum pemohon Abdul Wahid dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (6/8/2015).
Para pemohon mempertanyakan konstitusionalitas kepolisian dalam kewenangannya mengurus SIM, STNK, dan BPKB. Dengan menguji Pasal 30 ayat 4 UUD 1945 itu, para pemohon menilai kewenangan Kepolisian hanya sebatas keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Secara gramatikal sangat jelas, bahwa dalam Pasal 30 ayat 4 UUD 1945 pascaamandemen menyebutkan bahwa kepolisian adalah alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat," ucap Abdul Wahid.
Tugas Kepolisian Bukan Administratif
Dia menambahkan, dengan begitu kepolisian bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Di luar itu, maka tugas kepolisian tidak sesuai amanat konstitusi.
"Jika ada tugas-tugas kepolisian yang tidak dalam kerangka menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, maka perlu dipertanyakan konstitusionalitasnya," ucap Abdul.
Lebih lanjut dia menerangkan, tugas kepolisian dalam bidang penegakan hukum, perlindungan, pelayanan masyarakat, dan pembimbingan masyarakat ditujukan demi tertib dan tegaknya hukum.
Demikian juga demi terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat. Yang mana tugas tersebut berbeda jauh dengan tugas yang sifatnya administratif dalam mengeluarkan SIM, STNK, dan BPKB.
"Ini berbeda jauh dengan tugas administratif di dalam pemberian SIM dan menyelenggarakan registrasi serta identifikasi kendaraan bermotor," kata Abdul.
Untuk itu, para pemohon meminta MK membatalkan pasal-pasal dalam UU Angkutan Jalan yang diujimaterikan pihaknya. Sebab, berlakunya pasal-pasal itu telah merugikan hak konstitusional para pemohon.
Koreksi dari Hakim Konstitusi
Ketua Panel Majelis Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dalam sidang ini memberi sejumlah koreksi dan saran kepada para pemohon. Terutama terkait gugatan para pemohon yang menurut mantan Menteri Hukum dan HAM ini, bisa membuat Polri tersinggung bila tidak didasari fakta-fakta.
"Jangan membuat lembaga lain tersinggung. Beberkan kalau ada fakta-fakta korupsi. Seharusnya pisau analisisnya juga dipertajam dari sisi ketatanegaraan," ucap Patrialis.
Sedangkan Anggota Panel Majelis Hakim Konstitusi, Suhartoyo, meminta para pemohon lebih detil lagi menjelaskan kerugian konstitusional secara konkret. Misalnya kasus-kasus yang berkaitan dengan penerbitan SIM, STNK, dan BPKB yang merugikan para pemohon secara konstitusional.
"Mungkin karena pemohon ini mewakili kepentingan umum dan pembayar pajak ya. Kalau ada kasus konkret bisa lebih mudah melihat kerugian konstitusionalnya," ucap Suhartoyo.
Sidang ini akan dilanjutkan pada 14 hari ke depan dengan agenda perbaikan permohonan. Adapun para pemohon ini adalah warga negara bernama Alissa Q Munawaroh Rahman dan Hari Kurniawan. Sedangkan pemohon dari LSM yakni Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Malang Corruption Watch, dan Pemuda Muhammadiyah. (Ado/Sun)
Dalam permohonan ini mereka mempermasalahkan kewenangan kepolisian dalam menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) yang tertuang dalam pasal-pasal tersebut.
Para pemohon menganggap kebijakan Polri mengeluarkan SIM dan STNK bertentangan dengan Pasal 30 ayat 4 UUD 1945. Pasal tersebut menyatakan polisi sebagai alat keamanan negara yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat.
"Di negara-negara lain, kewenangan dalam pengurusan SIM diberikan kepada kementerian atau departemen melalui divisi transportasinya," ujar kuasa hukum pemohon Abdul Wahid dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (6/8/2015).
Para pemohon mempertanyakan konstitusionalitas kepolisian dalam kewenangannya mengurus SIM, STNK, dan BPKB. Dengan menguji Pasal 30 ayat 4 UUD 1945 itu, para pemohon menilai kewenangan Kepolisian hanya sebatas keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Secara gramatikal sangat jelas, bahwa dalam Pasal 30 ayat 4 UUD 1945 pascaamandemen menyebutkan bahwa kepolisian adalah alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat," ucap Abdul Wahid.
Tugas Kepolisian Bukan Administratif
Dia menambahkan, dengan begitu kepolisian bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Di luar itu, maka tugas kepolisian tidak sesuai amanat konstitusi.
"Jika ada tugas-tugas kepolisian yang tidak dalam kerangka menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, maka perlu dipertanyakan konstitusionalitasnya," ucap Abdul.
Lebih lanjut dia menerangkan, tugas kepolisian dalam bidang penegakan hukum, perlindungan, pelayanan masyarakat, dan pembimbingan masyarakat ditujukan demi tertib dan tegaknya hukum.
Demikian juga demi terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat. Yang mana tugas tersebut berbeda jauh dengan tugas yang sifatnya administratif dalam mengeluarkan SIM, STNK, dan BPKB.
"Ini berbeda jauh dengan tugas administratif di dalam pemberian SIM dan menyelenggarakan registrasi serta identifikasi kendaraan bermotor," kata Abdul.
Untuk itu, para pemohon meminta MK membatalkan pasal-pasal dalam UU Angkutan Jalan yang diujimaterikan pihaknya. Sebab, berlakunya pasal-pasal itu telah merugikan hak konstitusional para pemohon.
Koreksi dari Hakim Konstitusi
Ketua Panel Majelis Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dalam sidang ini memberi sejumlah koreksi dan saran kepada para pemohon. Terutama terkait gugatan para pemohon yang menurut mantan Menteri Hukum dan HAM ini, bisa membuat Polri tersinggung bila tidak didasari fakta-fakta.
"Jangan membuat lembaga lain tersinggung. Beberkan kalau ada fakta-fakta korupsi. Seharusnya pisau analisisnya juga dipertajam dari sisi ketatanegaraan," ucap Patrialis.
Sedangkan Anggota Panel Majelis Hakim Konstitusi, Suhartoyo, meminta para pemohon lebih detil lagi menjelaskan kerugian konstitusional secara konkret. Misalnya kasus-kasus yang berkaitan dengan penerbitan SIM, STNK, dan BPKB yang merugikan para pemohon secara konstitusional.
"Mungkin karena pemohon ini mewakili kepentingan umum dan pembayar pajak ya. Kalau ada kasus konkret bisa lebih mudah melihat kerugian konstitusionalnya," ucap Suhartoyo.
Sidang ini akan dilanjutkan pada 14 hari ke depan dengan agenda perbaikan permohonan. Adapun para pemohon ini adalah warga negara bernama Alissa Q Munawaroh Rahman dan Hari Kurniawan. Sedangkan pemohon dari LSM yakni Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Malang Corruption Watch, dan Pemuda Muhammadiyah. (Ado/Sun)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !