SBY, Pemilu, dan Bancakan Dana BPJS
Perlu dicermati hal-hal yang berkembang dibalik layar sebuah program Jaminan Sosial yang katanya untuk rakyat…
Penulis : Sigit Wibowo, Sumber : http://www.sinarharapan.co/news/read/30666/sby-pemilu-dan-bancakan-dana-bpjs-
JAKARTA — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
pada akhir 2013 meresmikan pemberlakuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Sistem asuransi kesehatan yang akan berlaku secara
nasional sejak 1 Januari 2014 ini, diklaim SBY sebagai perlindungan
kesehatan kepada rakyat miskin yang selama ini kesulitan memperoleh
layanan kesehatan secara murah.
“Saya tidak mau dengar lagi adanya laporan rakyat
kurang mampu ditolak rumah sakit dan tidak bisa berobat karena alasan
biaya,” kata SBY saat memberi pidato sambutan peluncuran program BPJS di
Bogor.
Ia menegaskan, rakyat miskin dapat berobat dan
dirawat secara gratis di puskesmas dan rumah sakit dan BPJS yang akan
menjaminnya. SBY menganggap BPJS merupakan jawaban atas harapan rakyat
Indonesia yang menginginkan perlindungan kesehatan secara luas.
SBY memang dikenal para pendukungnya sebagai
politikus yang santun, jujur, dan berintegritas. Namun, tidak mudah
meyakinkan para pengkritiknya yang lebih sering melihat SBY sebagai
sosok presiden peragu, tidak tegas, haus pencitraan, dan selalu memiliki
motif-motif tersembunyi di balik layar atas apa pun yang dilakukannya.
Apalagi program populis ini dilaksanakan menjelang Pemilu 2014.
JKN yang akan dikelola BPJS melibatkan uang rakyat
Indonesia, terutama milik kelas pekerja. Sebagai contoh, dana Jamsostek
mencapai Rp 147 triliun dan Askes Rp 44 triliun. Ini belum termasuk dana
Asabri dan Taspen yang semua pengelolaannya akan diserahkan ke BPJS.
Menggiurkan
Jumlah uang yang amat menggiurkan bagi siapa pun,
terutama menjelang Pemilu 2014 yang sudah di depan mata. Siapa yang bisa
menjamin dana-dana yang berjumlah ratusan triliun ini tidak akan
diselewengkan untuk pendanaan politik pada Pemilu 2014?
SBY dan Partai Demokrat selaku the ruling party-lah
yang paling diuntungkan dengan perpindahan uang ratusan triliun dari
Jamsostek, Askes, Asabri, dan Taspen ke BPJS.
Anggota-anggota DPR juga tak akan ketinggalan ikut
melakukan bancakan dana-dana ini, karena sosialisasi BPJS ini dananya
sangat besar, mencapai triliunan rupiah. DPR juga akan menjadikan JKN
sebagai “jualan” kepada para calon pemilihnya, dengan mengatakan
merekalah yang memperjuangkan aspirasi para pemilihnya sehingga mereka
bisa menikmati JKN tanpa harus dipungut biaya lantaran masuk dalam
kategori keluarga miskin yang mencapai 86,4 juta orang.
Anggota Petisi 28 Salamuddin Daeng mencium bau tak
sedap, dana ratusan triliun ini akan menjadi bancakan SBY dan politikus
Senayan. “Triwulan I/2014 dipastikan akan menjadi periode penuh korupsi
dan penjarahan uang rakyat untuk memenangi Pemilu 2014,” kata Daeng.
Dana ratusan triliun ini kemungkinan besar akan
diselewengkan BPJS melalui investasi yang penuh kongkalikong. Menurut
UU, BPJS bertanggung jawab kepada presiden sehingga telunjuk dengan
mudah diarahkan ke pihak siapa dana-dana tersebut kemungkinan besar akan
dikorup.
Dana BPJS ini ditambah dari bantuan iuran APBN maupun
APBD, serta iuran masyarakat mampu sesuai yang diamanatkan UU BPJS
sehingga jumlahnya luar biasa besar.
Uang ratusan triliun yang liquid ini dapat
ditempatkan di bank, lembaga keuangan nonbank, untuk membeli surat utang
negara (obligasi), diinvestasikan pada surat berharga, atau obligasi di
luar negeri. Kemungkinan besar uang-uang ini akan “diolah” untuk
menyediakan dana taktis, terutama bagi pemegang kekuasaan.
Potensi Korupsi
Daeng menyatakan, saat ini sejumlah perbankan
nasional kekeringan likuiditas sehingga bank-bank tersebut akan memburu
dana BPJS dengan segala cara, termasuk menyuap semua pejabat guna
memperoleh dana-dana ini.
Bagi perbankan, likuiditas itu harga mati kalau bank
tidak ingin kolaps akibat kondisi perekonomian yang sulit. Hal ini
membuka peluang korupsi dilakukan presiden maupun DPR yang memiliki
kewenangan memberi persetujuan terkait penempatan dana BPJS.
Transisi dana-dana dari Jamsostek, Askes, Asabri, dan
Taspen juga akan menimbulkan kekacauan sehingga potensi terjadinya
korupsi besar sekali. Hal ini juga terjadi di pemda, dana-dana Jamkesda
juga akan mengalami masalah serupa. Dana-dana APBN maupun APBD yang akan
masuk ke BPJS tidak jelas, apakah masuk dalam bentuk saham, penyertaan
pemerintah, atau seperti apa?
BPJS bisa menjadi episode terburuk pencurian
uang-uang rakyat Indonesia yang dilakukan elite-elite yang berkuasa,
baik presiden, anggota DPR, gubernur, bupati/wali kota, maupun anggota
DPRD menjelang Pemilu 2014.
Masyarakat harus menerima kenyataan terus diperas
keringatnya melalui pembayaran iuran tiap bulan, namun tidak
diberitahukan secara jelas bagaimana, ke mana, dan untuk apa penggunaan
uang-uang yang mereka setorkan.
Lantas masihkan kita percaya kepada presiden, anggota
DPR, gubernur, bupati, anggota DPRD yang rajin mengiklankan diri
bahwa mereka serius memerangi korupsi? Wallahulam.
Dishare : Dokter Indonesia Bersatu
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !