Menanggapi artikel dibawah ini,..Waaaooouuuwww...Fitnah bila sedekah ustadz YM dikatakan penipuan dan palsu...
*Koreksi : sedekah itu memakai harta benda yang halal milik pribadi,tapi dari artikel dibawah ini yang melakukan sedekah pelakunya adalah maling karena mengambil sertifikat rumah yang bukan miliknya...Sifat maling itu tanpa rasa iklas dan kesabaran dalam menghadapi ujian kehidupan...Kalau sedekah dengan cara jadi maling terus kena azab lebih besar dari Allah SWT,itu sudah sepantasnya..
*Ustadz.YM mematok nilai sedekah sampai ratusan juta-sampai milyaran..Ini cerita bisa dibilang super bohong dan fitnah..Penulis mengaku-ngaku orang beragama...???coba klarisfikasi langsung ke Ust.YM..jangan ambil dari satu cerita dari pelaku sedekah yang ternyata hanya maling dan bisa jadi penipu juga...
--------------------------------------------------------------
Bagi kami Ustadz.YM adalah Guru yang memotivasi umat menjadi lebih baik dalam segala hal salah satunya tentang sedekah....
Keajaiban sedekah sudah banyak kami rasakan dan banyak manfaatnya dari balasanNYA yang tidak disangka-sangka....
Penulis artikel dibawah ini sepertinya tidak setara kalau mau dibandingkan ust.YM...Malah terindikasi mau dompleng nama besar ust.YM...
Bisa jadi yang menuliskan artikel dibawah ini media fitnah...Karena sekarang banyak ulama yang sangat banyak membangun umat islam diserang fitnah dari berbagai pihak musuh umat Islam...
=====================================
Kedok Sedekah Yusuf Mansur Terbongkar, MUI Diminta Bertindak Cepat!
Hatree.me - Setelah buku
‘Yusuf Mansur Menebar Cerita Fiktif Menjaring Harta Umat’ beredar Maret
lalu, penulis pernah diundang oleh KH. Abdul Rasyid AS ke rumahnya di
Bali Matraman, Jakarta pada Senin 16 Mei. Pimpinan Perguruan Asy
Syafi’iyah Jakarta itu memita penulis menjelaskan latar belakang, proses
dan tujuan buku itu ditulis.
Pada hari yang sama KH. Abdul Rasyid meminta penulis agar bersilaturahim
dengan Dr. K.H. Athian Ali Muhammad Da’i, Lc. MA (Kiyai Athian).
Sayang, karena kesibukannya Kiyai Athian baru bisa penulis temui pada
Rabu (1/6) di rumahnya yang persis di belakang Masjid Al Fajar, Jalan
Cijagra Raya 39 Buah Batu, Bandung.
Kepada Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) dan Aliansi Nasional Anti
Syiah (Annas) ini penulis kembali menjelaskan latar belakang, proses
dan tujuan buku itu ditulis. Setelah mendengar penjelasan penulis, Kiyai
Athian kemudian menyampaikan pendapatnya sebagai berikut.
|
Yusuf Mansur. |
Saya sesungguhnya prihatin dengan yang bersangkutan (Yusuf Mansur).
Karena saya yakin betul apa yang dilakukannya selama ini, yakni
mengumpulkan dana masyarakat dengan dalih sedekah, sama sekali tidak
dibenarkan oleh agama. Sepanjang yang saya tahu, apa yang dilakukan
Yusuf Mansur itu tidak pernah dibicarakan dan dicontohkan oleh para
ulama. Para ulama, yang saya tahu, punya pendapat tentang sedekah yang
justru bertolak belakang dengan Yusuf Mansur.
Orang bisa saja tertarik bersedekah kepada Yusuf Mansur karena mereka
diiming-imingi dengan dalil yang dijungkirbalikkan. Menurut Yusuf Mansur
orang bersedekah akan dapat dari Allah harta yang berlipat ganda dan
kekayaan, atau kesembuhan penyakit, mendapat jodoh dan bermacam
kenikmatan lainnya yang pasti terjadi dalam urutan waktu tertentu.
Padahal semua ulama berpendapat bahwa, yang dilipatgandakan oleh Allah
atas kebaikan bersedekah adalah pahala akhirat, itupun bagi orang-orang
yang ikhlas melakukannya.
Semua ulama juga berpendapat, bahwa ibadah itu akan mendapat nilai kalau
dilakukan dengan ikhlas. Bahkan kalangan sufi menilai, jika seseoran
beribadah dengan harapan mendapat surga atau takut masuk neraka, maka
nilainya makruh. Sedangkan ulama fiqih berpendapat boleh beribadah
dengan niat masuk surga atau takut masuk neraka, karena Allah dalam
Qur’an juga menjanjikan surga bagi yang beribadah dan beri ancaman
neraka bagi yang lalai. Hanya saja, keikhlasan dalam beribadah tetap
menjadi syarat utama. Qur’an juga memberi contoh doa para nabi yang
mengharapkan surga. Tapi tak ada satupun yang dicontohkan para nabi,
bahwa ibadah itu dengan harapan mendapat kenikmatan dunia. Juga tak ada
satupun ulama yang mengajarkan itu, yakni ibadah dengan tujuan
kenikmatan dunia.
Jadi, di mana nilai ibadahnya jika seseorang bersedekah dengan harapan
kenikmatan dunia? Apakah itu uang dan harta yang berlipat, apakah untuk
kesembuhan dari sakit, apakah itu untuk dapatkan jodoh, untuk melunasi
hutang dan sebagainya.
Saya sebenarnya sudah lama sekali prihatin dengan denga pola pengumpulan
dana dengan dalih sedekah ini. Karena itu saya sudah menulis sebuah
buku yang bertujuan memberikan pemahaman kepada umat tentang apa yang
dinamakan ‘ikhlas’ sebagai syarat dalam beribadah sedekah itu. Buku ini
saya masukkan referensi dari berbagai ulama yang berbicara tentang
sedekah. Sehingga ke depan umat yang awam tidak lagi terjebak dalam
iming-iming yang memodohkan mereka.
Suatu ketika saya diundang berbicara dalam acara semiloka Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Saat itu saya sampaikan keprihatinan saya soal gerakan
pengumpulan dana Yusuf Mansur ini. Saya juga bertanya, kenapa MUI bisa
diam dengan hal ini? Saya berkeyakinan bahwa MUI berdosa jika Yusuf
Mansur didiamkan terus tanpa ada upaya menegurnya. Mendiamkan Yusuf
Mansur sama juga dengan membiarkan umat dalam ketidakmengertian. Karena
yang menjadi korban dalam gerakan pengumpulan dana Yusuf Mansur ini
adalah umat yang bukan sedang buang-buang uang, tapi adalah mereka yang
sedang terdesak (dalam masalah kehidupan) dan terbuai dengan janji-janji
yang akan mengeluarkan mereka dari masalah kehidupan yang mereka
hadapi.
Andai Yusuf Mansur itu tinggal di Bandung saya akan memanggilnya (guna
menasehati) sebagaimana yang pernah saya lakukan terhadap seorang yang
dipanggil “kiyai” di Bandung sini beberapa waktu lalu. Menurut kesaksian
banyak orang dia terdaftar pada urutan 10 orang yang menerima hasil
judi (di Bandung). Namun belum sempat kami bertemu “kiyai” itu terbentur
masalah lain.
Kenapa saya mau memanggil Yusuf Mansur kalau dia tinggal di Bandung?
Karena tidak sedikit masyarakat yang datang dan mengadu kepada saya.
Mereka merasa menjadi korban dari iming-iming Yusuf Mansur selama ini.
***
Athian Ali kemudian bercerita, pernah di Bandung ada sepasang suami
istri yang terkena musibah, anak mereka menderita sakit yang cukup
mengkhawatirkan. Sahabat suami istri ini menyarankan agar keduanya
datangi Yusuf Mansur. Bertemu Yusuf Mansur, keduanya diminta
“bersedekah” ke lembaga milik Yusuf Mansur. Karena untuk lembaga,
keduanya bertanya berapa jumlah yang diinginkan dan Yusuf Mansur
menyebut angka 200 juta. Percaya dengan ining-iming Yusuf Mansur dan
suami istri ini tidak punya uang sebanyak itu, terpaksa si istri
mengambil sertifikat rumah milik orang tuanya secara diam-diam.
Beberapa waktu berselang setelah uang itu diberikan, anak mereka tak
kunjung sembuh. Kembali suami istri ini mendatangi Yusuf Mansur.
Alih-alih memberi nasihat yang baik, Yusuf Mansur kembali meminta
sejumlah uang. Tak tanggung-tanggung, 1 milyar jumlahnya.
Merasa cukup tertekan dengan permintaan Yusuf Mansur kedua kali ini, si
istri akhirnya berterus terang kepada bapaknya. Bapaknya bilang, ia
merasa gagal menyekolahkannya sampai sarjana karena begitu percaya dan
menuruti permintaan Yusuf Mansur. Akhirnya anak mereka yang sakit itu
dibawa juga ke rumah sakit. Namun akibat sakit yang sudah berlarut-larut
tanpa penanganan medis, anak itupun akhirnya meninggal.
Setelah itu, kepada Yusuf Mansur pasangan ini meminta kembali uang
mereka sambil mengancam, jika uang tidak dikembalikan utuh maka mereka
akan bawa ke jalur hukum. Uang tersebut akhirnya dipulangkan Yusuf
Mansur. Namun itu tidak membuat mereka berhenti untuk “menggugat” Yusuf
Mansur. Suami istri ini kemudian mendatangi KH. Athian dan membuat
pernyataan, bahwa mereka bersedia bersaksi untuk siapapun, bahwa apa
yang dilakukan Yusuf Mansur selama ini dengan meminta sedekah disertai
iming-iming fantastis itu adalah kebohongan belaka.
***
Sekali lali, saya memang mau agar MUI segera memanggil Yusuf Mansur dan
menasehatinya serta meluruskan pemahaman-pemahamannya yang keliru atas
nama agama. Akan tetapi sampai saat ini saya belum dengar Yusuf Mansur
dipanggil MUI.
Orang yang mau bersedekah ya silahkan saja tapi jangan didorong dengan
iming-iming bisa kaya, bisa bertemu jodoh, bisa lunas hutang dan
sebagainya. Hadis Nabi sudah sangat jelas dan sangat populer,
sesungguhnya amal seseorang tergantung niatnya. Semua amal dan ibadah di
mata Allah akan tergantung niat orang yang melakukannya, termasuk
sedekah. Hanya saja jika niatnya untuk keduniaan maka hanya itu yang
didapat. Apalagi dengan niat keduniaan yang lebih spesifik, seperti
ingin kaya, untuk dapat jodoh, untuk bayar hutang dan sebagainya, maka
hanya itu yang didapati sedangkan pahala akhiratnya tak ada. Bagaimana
orang bersedekah dengan niat keduniaan tapi berharap mendapat pahala
akhirat? Jadi sekali lagi, kecuali kalau umat ini berniat buang-buang
uang, tapi kalau berharap dapat pahala, saya yakin itu hasilnya nol
belaka.
Islam tidak mengajarkan kesenangan dunia sebagai tujuan ibadah. Bahkan
untuk menggapai ridho Allah, dunia perlu kita korbankan. Dalam Qur’an
dijelaskan, orang-orang yang beriman yang mengorbankan harta dan jiwanya
akan diganti Allah dengan surga.
link
———————————————————————–
Catatan:
Artikel ini sudah dikirim penulis terlebih dahulu ke Yusuf
Mansur untuk diminta tanggapannya pada tanggal 3 Juni. Sayangnya
permintaan penulis yang dikirim ke nomor WhatsApp Yusuf Mansur
081510511xxx dan emailnya: sejutayusufmansur@gmail.com, samasekali tidak
ditanggapinya hingga artikel ini diturunkan. (Thayyiba )